dXs23szHnl7KF4gOVMjF7Fhen0DwQwMxHwctoC4h
Bookmark

Kisah Kelabu Berlibur Di Negeri Naga Biru: Sebuah Cerita

Pergi liburan ke luar negeri memang membawa kesan tersendiri. Akan ada banyak cerita dan pengalaman yang bisa dibagikan, apalagi jika liburan itu dilakukan bersama teman.

Ada cerita yang belum lama ini dibagikan oleh seorang perempuan yang sharing pengalamannya saat berlibur ke Vietnam.

Cerita pengalaman ini menjadi menarik karena masa liburan yang harusnya menyenangkan, justru dihiasi dengan cerita menegangkan.

Wah wah wah. Menarik bukan? Yuk simak ceritanya sampai selesai.


Kisah Kelabu Berlibur Di Negeri Naga Biru: Cerita Horor
Kisah Kelabu Berlibur Di Negeri Naga Biru: Cerita Horor

Cerita ini bermula saat aku, Kak Melsy, Kak Iga dan Cindy berlibur ke negeri Naga Biru (Vietnam).

Perjalanan dari bandara ke Hotel tempat kami menginap memakan waktu kurang lebih 1 jam. Lebih lama dari yang kami perkirakan karena saat itu situasi lalu lintas sedang padat.

Sampai lah kemudian di lobi hotel. "Kok beda gini ya dengan apa yang ada di gambar" batinku. Tak hanya aku, teman-temanku yang lainnya juga bertanya-tanya, "Serius, ini hotelnya?" Sebab terdapat perbedaan yang mencolok antara foto hotel yang kami lihat di aplikasi dengan kondisi realitas di lapangan.

Hal itu cukup membuat first impression kami di vietnam buruk sekali.

(Penilaian ini tidak bisa digeneralisasi, sebab ini didasarkan atas pengalaman by the moment)

Ingat rumah susun yang terdapat di salah satu scene film Pengabdi Setan 2? Kira-kira begitulah bentuknya -Creepy banget kan?

Ilustrasi hotel creepy
Ilustrasi hotel: Pavel Neznanov via Unsplash

Bad things mengenai hotel tidak cukup sampai disitu, sebab hotel ini ternyata juga tidak dilengkapi lift sehingga kaki kami harus rela turun naik tangga.

Jadi bisa dibayangin dong, orang mau liburan di luar negeri tentunya membawa banyak barang bawaan yang tersimpan di dalam koper.

Nahasnya lagi koper yang kami bawa segede lemari. Tau apa? Petugas hotel mengatakan bahwa koper itu tidak boleh di seret, jadi tangan harus ikhlas mengangkat koper nan berat itu ke atas.

Btw, kamar yang kami reservasi berada di lantai 5.

Kami bagi tugas, aku dan Cindy menjaga koper yang berat itu di lantai bawah, sementara Kak Iga dan Kak Melsy yang ke lantai atas lebih dulu untuk mengecek kondisi kamar.

Perlu kalian ketahui bahwa hotel ini menggunakan mekanisme Self-service sehingga tidak ada yang namanya resepsionis.

Tidak lama kemudian mereka berdua turun dan tau apa yang mereka katakan kepada kami?

(yang intinya) menyuruh kami buru-buru angkat koper dari hotel itu dan segera pergi.

Dilihat dari raut wajah mereka nampak tidak enak, di sisi lain, aku dan Cindy yang sedari tadi di bawah menjaga koper menjadi bingung.

Sebenarnya apa yang mereka lihat?


Akhirnya mereka baru membuka suara ketika kami berada di tempat makan.

Obrolan itu dibuka dengan pertanyaanku, "Kenapa sih kak hotelnya tadi? Kita kan cuma semalam nginep disitu, jadi tahan aja lah yuk, besok juga jam 6 pagi kita udah berangkat lagi."

"Hotel kematian itu." jawabnya singkat.

Mendengar jawaban itu, aku pun bingung, apa hal yang melatarbelakangi jawaban itu.

Ternyata dia bilang begitu karena sepanjang jalan menaiki tangga dari lantai 1 hingga lantai 5 ada sejumlah "bercak darah".

Yap semacam ada noda berwarna merah.

Kami memang tidak bisa memastikan darah apa itu, tapi kami sepakat untuk tidak jadi menginap disana karena sudah pasti kami tidak akan nyaman dan tak mau tidur disana walaupun hanya satu jam sekalipun.


Tanpa pikir panjang kami mencoba mencari tau alternatif penginapan yang dapat kami sewa.

Singkat cerita, kami mendapatkan sebuah apartemen yang disewakan dengan harga per malamnya 800k/kamar.

Tapi ternyata kami membuat kesalahan lagi karena apartemen yang kami pesan itu 2 kamar dari niat awalnya hanya ingin sewa satu kamar untuk berempat.

Jadilah kami berpisah, aku bersama Cindy menempati kamar di lantai 6, sementara itu Kak Iga dan Kak Melsy di lantai 4.

Ketika kami naik ke lantai masing-masing, khususnya aku yang ke lantai 6, aku merasa bahwa hanya kami yang berada di lantai 6 itu karena seperti tidak ada orang lain, sebab semuanya hening.

"Jangan-jangan cuma kami yang berada di lantai 6 ini." ucapku dalam hati.

Oleh karena aku orangnya penakut dan gamau bercerita ke Cindy mengenai asumsi ku, akhirnya aku urung untuk membicarakan hal ini.

Aku pura-para masa bodoh terhadap keadaan ini.

Sampai lah kami di depan pintu kamar tempat kami menginap, kemudian aku buka pintu dan mengucapkan salam, "assalamu'alaikum."

Hmm, aku sih yes dengan apartemen ini. Kamarnya bagus, lebar dan memang nampak tidak bau lembap sama sekali.


Kami pun mulanya happy karena dapat dengan segera melepas rasa lelah, keadaan kondusif, tentram, damai sentosa, bahkan kami juga sempat melakukan live Instagram.

Tapi cerita ini belum berakhir dan gangguan itu pun dimulai.


Ketenangan yang sempat kami rasakan pun perlahan berganti dengan gangguan-gangguan yang kami alami.

Aku bersama Cindy yang berada di lantai 6 tidak terlalu menggubris tatkala ada gangguan yang kami dengar.

Kami berpikir positif bahwa, "Barangkali ini hanya suara-suara dari kamar sebelah."

Tapi tidak dengan Kak Iga dan Kak Melsy yang justru mendapat gangguan yang lebih besar.

Aku tidak tau alasannya apa, tapi mungkin karena mereka lebih sensitif terhadap hal itu.


Seperti layaknya orang-orang bila bertemu teman, apalagi satu kamar dalam konteks liburan, aku dan cindy mulai membagikan cerita masing-masing, curhat, dan ketawa-ketiwi.

Kemudian, karena kami sepakat bahwa akan keluar pada malam hari, Cindy pun mencoba menghubungi kakak-kakak kami yang berada di lantai 4 untuk menyepakati pukul berapa pastinya kami akan keluar pada malam itu.

Kemudian dibalas oleh Kak Iga bahwa rencananya akan keluar pada pukul 09.30 malam.

Ilustrasi koridor apartemen
Ilustrasi koridor apartemen: Leiada Krozjhen via unsplash

Baru satu menit setelah kami mendapat balasan dari Kak Iga, tiba-tiba kami mendengar derap langkah disertai suara koper yang asalnya dari koridor hotel.

Suara kekehan mereka pun terdengar, meskipun sayup-sayup. Kami ingat persis bahwa suara kekehan dan obrolan ringan itu adalah suara Kak Melsi dan Kak Iga.

Cindy yang juga memperhatikan hal tersebut berkata bahwa, "Eh Din (namaku), itu sepertinya suara Kak Melsi."

Tapi kami heran, jika itu benar suara mereka mengapa setelahnya tidak ada suara ketukan pintu di kamar kami?

Lalu aku coba merasionalkan situasi dan mengatakan bahwa, "kayaknya kita salah deh, mana mungkin itu kak Melsi dan Kak Iga, toh meraka juga baru balas chat, mungkin aja itu orang di apartemen sebelah." ucapku mencoba menenangkan Cindy.


Aku dan Cindy sudah siap-siap lebih dulu dan berencana untuk mencoba menghampiri kamar apartemen mereka yang berada di lantai 4.

Perlu diketahui bahwa apartemen ini dilengkapi dengan dua lift. Lift yang mulanya kami gunakan untuk naik adalah lift tengah, sementara itu lift lainnya berada di pojok gedung.

Letak perbedaannya adalah lift pojok gedung dapat melihat suasana jalan dan aku excited ingin menggunakan lift tersebut.

Setelah kami berada di lift, tiba-tiba bulu kuduk ku berdiri semua, tapi lagi-lagi aku tidak menceritakan apa yang aku rasakan kepada Cindy.

Suasana lift semakin mencekam karena terdengar suara-suara aneh yang tidak bisa dijelaskan asalnya darimana.

Mendapati situasi itu, kami terdiam dan saling pandang. Kami berusaha tenang dan tidak mau berpikiran negatif.

Setelah lift itu berhenti di lantai 4, pintu lift terbuka dan kamu tau apa yang aku liat?

Lampu koridor apartemen di lantai 4 mati. Bisa kalian bayangkan koridor apartemen yang memanjang dengan masing-masing kamar ada di kiri dan kanan tidak ada penerangan.

"Astagfirullah" ucapku secara spontan.

Pada situasi itu aku sangat takut, rasanya aku ingin berlari, tapi niat itu urung ku lakukan karena aku tidak mau tindakanku itu memancing Cindy, sebab kami berdua pada dasarnya penakut.

Jadi aku berusaha tenang, walau kaki sudah bergetar dan segera aku tekan tombol lobby supaya pintu lift segera tertutup.

Menurutku itu aneh sih, sebab ini adalah apartemen yang bisa dibilang bintang lima, jadi gamungkin dong pegawai apartemen lalai untuk menghidupkan lampu koridor.

Setelah berada di lobby, kami memutuskan untuk kembali naik lift ke lantai 4 menggunakan lift yang berada di tengah dan berharap bahwa tidak ada apa-apa.

Singkat cerita setelah pintu lift terbuka di lantai 4, kami menemui kondisi yang serupa, dimana lampu koridor mati.

Jelas kali ini kami tidak boleh mundur dan berinisiatif untuk mencari sakelar lampu koridor. Beruntung kami langsung menemukannya.

Ilustrasi koridor hotel
Ilustrasi koridor apartemen: Samuel Wibisono via Unsplash

Ett, ini belum berakhir.

Pintu lift tengah terbagi atas dua percabangan koridor kiri dan kanan, jadi lift tersebut persis di tengah-tengah koridor yang berbentuk letter U.

Nahasnya tidak ada papan petunjuk dua sisi koridor kamar untuk nomor berapa sampai berapanya, jadi terpaksa kami harus mengeceknya sendiri.

Aku yang saat itu merasa tidak sanggup, membiarkan Cindy untuk melakukan pengecekan dan melangkah ke koridor yang berada di sebelah kanan.

Kemudian Cindy kembali dan sedikit menjerit bahwa, kamar apartemen yang berada di koridor sebelah kanan tidak dilengkapi dengan nomor kamar.

"Din lorong ini semua gak ada nomornya." ucap Cindy.

Singkat cerita, setelah beberapa saat menelusuri sisi koridor yang satunya alias yang sebelah kiri, kami akhirnya menemukan kamar apartemen hotel tempat kak Iga dan Kak Melsi.

Kami berdua sepakat untuk tutup mulut mengenai kejadian tadi, khawatir mereka malah tidak bisa tidur jika tau apa yang kami alami.


Kini kami sudah kembali ke kamar masing-masing setelah tadi menikmati suasana malam di daerah sekitar apartemen tempat kami menginap.

Posisiku kini sudah meringkuk di atas tempat tidur, sambil menelaah situasi-situasi yang tadi sempat aku alami sebelumnya.

Belum sempat aku memejamkan mata, suara-suara itu kembali terdengar. Suara derap langkah yang kini asalnya dari kamar persis di bawah lantai kami (lantai 5).

Padahal secara logika, gak mungkin dong derap langkah terdengar, memangnya orang yang menginap di lantai bawah kakinya mencapai langit-langit apartemen.

Beruntungnya saat itu kondisi tubuh sudah lelah dan aku tidak mau mengambil pusing dan mulai memaksakan diri untuk membuat mata terpejam dan menghiraukannya.


Pagi harinya kami sudah berada di Bus menuju salah satu daerah bernama Sa Pa, Vietnam.

Pada akhirnya aku mengetahui bahwa gangguan yang aku alami itu juga turut dirasakan di kamar Kak Iga dan Melsi.

Kak Melsi menuturkan bahwa ketika dirinya dan Kak Iga sedang mengobrol santai di dalam kamar, tiba-tiba saja koper 36 inch milik mereka jatuh.

Hal itu tentu tidak masuk akal, sebab mereka menyimpannya di tempat yang aman dan koper itu juga memiliki bobot isi 20 kg, jadi sangat tidak mungkin koper itu jatuh karena tertiup angin.

Mereka yang tadinya asyik mengobrol pun saling bertatap-tatapan dan terdiem sejenak.

Tidak sampai disitu, pada waktu tengah malam ketika mereka hendak beristirahat, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu sebanyak 3 kali.

Derap langkah di depan kamar mereka dan yang paling tidak masuk akal adalah suara itu semakin dekat dan seolah berada di sekeliling kamar apartemen mereka.

Padahal mereka tau persis bahwa mereka adalah satu-satunya penghuni yang berada di lantai 4.


Berdasar pada kejadian-kejadian yang tidak masuk akal itu, kami sepakat bahwa apartemen itu memiliki sisi lain yang tidak kami mengerti.

Mulai dari derap langkah, suara sayup perempuan mengobrol, ketukan pintu dan lampu lorong yang dibiarkan mati.

Anehnya, apartemen itu seolah tidak memiliki pegawai yang mengecek dan memastikan bahwa apartemen itu dalam kondisi yang baik.


Cerita kami di Vietnam belum berakhir dan setelah sebelumnya kami bersenang-senang di Sa Pa, kami kembali ke Kota Hanoi untuk menginap di sana.

Kami sepakat untuk mencari tempat penginapan yang berbeda. Jika sebelumnya kami menginap di apartemen, kali ini kami menginap di hotel.

Kami melakukan reservasi melalui salah satu aplikasi booking online dan disitulah awal mula masalahnya.

Saat tiba di hotel X itu, nama kami tidak ada di dalam daftar booking. Padahal semua biaya akomodasi telah dibayar full via aplikasi.

Lucunya lagi, setelah kami dibantu oleh resepsionis, resepsionis itu mengatakan bahwa Hotel yang kami reservasi telah pindah cabang di kota lainnya.

Jadi antara aplikasi dengan kondisi di lapangan lagi-lagi berbeda. Jadi hotel yang kami pesan pindah cabang, sementara hotel ini adalah bagian dari cabang lainnya yang ada di kota ini.

Tentu saja kami kesal setelah mendapati fakta itu. Pihak hotel juga tidak mau membantu kami refund, sebab jelas masalahnya ada pada aplikasi booking online yang kami gunakan.

Kemudian kami urus refund di aplikasi tersebut dan hal itu memakan waktu 2 jam.


Dua jam bukan waktu yang singkat untuk menunggu loh, sementara kondisi teman-temanku juga sudah nampak lelah.

Aku yang kini sedang kebelet buang air kecil menanyakan letak toilet yang berada di lobi kepada Kak Melsy. Sebab beberapa menit yang lalu dia berada di toilet.

Awalnya aku hendak minta Cindy untuk menemaniku ke toilet, tapi hal itu tidak jadi aku lakukan karena aku lihat raut wajah Cindy sudah teramat lelah.

Lagipula aku pikir toiletnya pasti memiliki penerangan yang cukup.

Ilustrasi Toilet
Ilustrasi toilet hotel: Danny Greenberg via Unsplash

Sebagai gambaran tata letak, toilet hotel ini memiliki dua pintu (toilet) yang posisinya berada di sebalah kiri dari pintu masuk toilet. Sementara itu, bagian kanan toilet merupakan area wastafel yang disertai dengan cermin yang memanjang.

Ketika aku masuk, aku melihat bahwa pintu toilet 1 agak terbuka sedikit, sementara toilet 2 terbuka lebar.

Tapi karena dudukan closet toilet 2 ini basah, jadi aku memutuskan untuk pergi ke wastael dulu untuk mengambil tisu.

Ketika aku di depan wastafel, ada suara grasak-grusuk seperti orang yang hendak memakai pakaian dari dalam toilet 1.

Cuma yang membuat aku penasaran adalah jika toilet 1 ini benar ada orangnya, harusnya sih pintunya tertutup rapat.

Logikanya kan begitu yaa.

Cuma inilah to**l nya aku yang justru penasaran dan hendak mengintip untuk memastikan "ada orangnya gak sih di dalam".

Kemudian aku berjalan mendekat ke arah toilet 1, aku menunduk untuk melihat dari celah bawah toilet.

Tau apa yang aku lihat?

Aku melihat sepasang kaki perempuan, "napak" loh ini kakinya.

Kakinya itu agak kecil, jemarinya agak aneh karena lebih panjang dari rata-rata jari kaki, dan warnanya putih pucat.

Entah kenapa karena aku disitu udah terlanjur kepo, akhirnya aku mencoba untuk membuka pintu itu.

Mungkin kalo ini di dalam scene film horor, ambient musiknya udah di atur sedemikian rupa untuk bersiap menyajikan jump scare.

Oke, jadi ketika aku buka pintu toilet 1 itu secara perlahan, jeng.. jeng...

Gak ada orang sama sekali dong...

Terkejutnya bukan main dan aku langsung lari ngibrit ke luar dari toilet menuju ke lobi.

Cindy dan Kak Melsy yang melihat tingkah anehku yang lari dari toilet pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu aku ceritakan ke mereka mengenai sosok hantu (lebih tepatnya kakinya aja) yang aku temui di toilet tadi.

Jelas, mereka berdua tidak percaya apalagi Kak Melsy yang sebelumnya juga ke toilet dan tidak mengalami kejadian apa-apa.

Mereka bilang mungkin aja memang ada orang dan kami semua sama-sama nunggu di lobi karena kalau memang ada orang lain otomatis akan terlihat karena pintu masuknya cuma ada satu.

10 menit berlalu dan belum ada orang yang keluar juga, akhirnya kami beranikan diri untuk mengecek kondisi toilet.

Aku mengekor di belakang Kak Melsy dan juga Cindy dan sesampainya di dalam, kami gak melihat ada orang disana dan tidak ada apa-apa semuanya normal.

Setelah kejadian itu, kami berdiskusi dengan Kak Iga untuk mempertimbangkan kemungkinan reservasi di hotel yang lain karena kami udah mencium gelagat gangguan di hotel ini. Kak Iga pun setuju.

Setelah proses refund selesai, kami mencari hotel terdekat dan bermalam di hotel itu.

Saking takutnya, kami menyewa kamar yang lebih besar untuk ditempati oleh 4 orang.

Beruntung di hotel terakhir ini, semuanya dalam keadaan baik dan gangguan itu pun tidak pernah kami temui lagi.

Huft, bisa dibilang sih gangguan yang kami alami sepanjang berlibur ke Vietnam ini tidak terlalu ekstrem, tetapi cukup untuk membuat bulu kuduk merinding dalam beberapa situasi.

Menurut kalian? apa yang sebenarnya aku lihat?


Cerita ini diadaptasi dari konten Tiktok yang dipublikasikan oleh akun @ciknannnnn pada tanggal 31 Januari. Judul asli konten ini adalah "Gangguan Hantu Vietnam". Beberapa bagian diparafrase dan dikembangkan dengan tetap memperhatikan substansi cerita yang dibagikan.

Sementara itu, gambar yang disajikan dalam cerita ini merupakan ilustrasi dan tidak merepresentasikan kondisi dan tempat yang sesungguhnya.

Nantikan cerita-cerita menarik lainnya dengan nuansa narasi yang layak untuk dibaca.

20 komentar

20 komentar

Mari berdiskusi... Ajukan pertanyaan ataupun pendapat kalian dengan sopan. Hindari penggunaan kata-kata kasar, SARA dan ujaran kebencian.
  • Amir
    Amir
    16 April 2024 pukul 10.40
    Ih, ngeri banget ya. Udah jauh2 ke Vietnam malah dpt pengalaman menyeramkan. Bahkan saat sudah ganti hotel.
    Reply
  • Rafahlevi
    Rafahlevi
    15 April 2024 pukul 13.39
    Penasaran kalo dialih media jadi film gimana yaa soalnya dari deskripsi visual audionya
    Reply
  • @blogger_eksis
    @blogger_eksis
    15 April 2024 pukul 11.24
    Sebenarnya ini kisah nyata atau adaptasi dari TikTok saja ya? Kok aku jadi horor pas baca dari atas sampai bawah. Sambil membayangkan liburan di Vietnam..
    Reply
  • S. Fauzia
    S. Fauzia
    15 April 2024 pukul 08.33
    Baca cerita dari awal sampai akhir bener-bener berasa ada di dalem ceritanya. Ikut membayangkan juga. Dari awal beberapa kali ganti tempat semuanya horror. Keren adaptasinya.
    Reply
  • Fenni Bungsu
    Fenni Bungsu
    15 April 2024 pukul 06.15
    kalau koridor di penginapan gak ada lampunya kek gitu, daku mah lebih baik ajak kawan semua undur diri, huhu, horornya berasa jadinya
    Reply
  • Mas Arief
    Mas Arief
    15 April 2024 pukul 05.17
    Menarik ceritanya.. Kisah horor dari konten "Gangguan Hantu Vietnam" seperti pernah nonton movie yang memiliki jalan cerita yang mirip deh.
    Reply
  • Priyani Kurniasari
    Priyani Kurniasari
    14 April 2024 pukul 21.05
    Wah serem juga ya, kalau aku bakalan semalam gak bisa tidur kalau dari awal udah ngerasa aneh gitu.
    Reply
  • Ririn Erviana
    Ririn Erviana
    14 April 2024 pukul 13.37
    Jadi ingat cerita lucunya Wira Nagara waktu ke vietnam banyak banget keanehannya. Tapi kok kayaknya malah seru banget ya. Jadi cerita tersendiri gitu lo.
    Reply
  • Ririn Wandes
    Ririn Wandes
    14 April 2024 pukul 10.04
    Saat traveling memang selalu saja ada cerita dan kisah tersendiri tapi kalau yang seram tetap aja menakutkan. Pemandangan dari luar hotelnya yang pertama itu uda creepy banget, bayangin di dalamnya pasti lebih horor deh.
    Reply
  • lylamanzila
    lylamanzila
    14 April 2024 pukul 09.27
    menegangkan kak ceritanya,,,,, kalaupun diangkat dari kisah nyata,,,bisa jadi sih...pernah dengar juga cerita horor teman yang pesan hotel via aplikasi pas di lokasi tidak sesuai gimana tuh
    Reply
  • Yanti Alif
    Yanti Alif
    14 April 2024 pukul 08.35
    Wah aku bayangin kalau yang ngalamin kejadian ini adalah aku kayaknya langsung psen tiket balik jakarta deh paling mles lagi holiday ada gangguan mahluk halus 😂
    Reply
  • lendyagasshi
    lendyagasshi
    13 April 2024 pukul 10.09
    Aku sebenernya belum pernah mengalami hal-hal ghaib seperti ini. Jadi mau denial juga kenyataannya ini kejadian beneran, sehingga berasa banget horornya. Bisa jadi beneran diganggu sama penghuni hotel yaa.. Tapi apa rate-nya gasalah yaa.. masa bintang 5 pelayanannya bintang 1 gitu?

    Aga KZL dibagian awal, pas self service dengan aturan beragam. Next, gakkan pilih hotel hanya berdasarkan bintang kali yaa.. kudu baca testimoninya juga.
    Reply
  • Pipit ZL ceritaoryza.com
    Pipit ZL ceritaoryza.com
    13 April 2024 pukul 08.22
    Tbh saya rada serem sih kalau harus traveling ke Vietnam. Tapi ternyata seru juga ya kak
    Reply
  • bu guru
    bu guru
    12 April 2024 pukul 21.03
    seru sebenernya kalau bahas hantu ya, tapi ngga terlalu suka karena emang penakut gitu orangnya..
    Reply
  • Okti Li
    Okti Li
    12 April 2024 pukul 20.33
    Wuih cukup menyeramkan nih pengalamannya. Di Vietnam ada hantu khas dari negara itu gak sih? Apakah penampakan di toilet kakinya itu adalah hantu khas Vietnam?
    Reply
  • Putu Felisia
    Putu Felisia
    12 April 2024 pukul 15.51
    Tante saya mau berlibur ke Vietnam, nih. Ada saran nggak agar perjalanan Tante aman dari gangguan?
    Reply
  • sarrahgita
    sarrahgita
    12 April 2024 pukul 06.20
    wihh, cerita spooky yang bikin agak2 merinding gimana yaa hehe. Kayaknya kalo ada cerita real yang seperti ini ketika liburan, mimpi buruk sekali ya haha. n kalo dijadiin film kayaknya seru nih.
    Reply
  • Hastin Pratiwi
    Hastin Pratiwi
    11 April 2024 pukul 22.22
    Ya Allah, ini beneran kisah nyata ya? Kok bisa-bisanya sih hotel dan apartemen yang ditemui angker semua? *hiksss
    Reply
  • Bening Pertiwi
    Bening Pertiwi
    10 April 2024 pukul 15.42
    kereeen! “Kisah Kelabu Berlibur di Negeri Naga Biru” menghadirkan narasi yang memikat dengan gambaran kaya akan budaya dan keindahan alam Vietnam yang eksotis
    Reply
  • Iim Rohimah
    Iim Rohimah
    9 April 2024 pukul 15.09
    Aih serem bgt ini Kak. Saya sih gak sanggup ada di sana wkwk. Pernah coba nginep di dalam nengeri, masih satu pulau, itupun kota besar dengan penginapan yang normal, juga lumayan waswas. Tapi, alhamdulillah aman dan nyaman sih.
    Reply